BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
BBLR adalah bayi Baru Lahir Dengan
Berat badan Lahir kurang dari 2500 gram. Bayi baru lahir yang berat badan lahir
kurang atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Djitowiyono, 2010).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti
istilah premature beby dengan low birth weight baby (Bayi Dengan
Berat Lahir Rendah). Dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Menentukan apakah bayi baru lahir
itu prematur kita dapat melihat dari sesuai masa kehamilan (SMK), dan (BMK)
besar masa kehamilan (Sarwono, 2006).
Menurut WHO
pada tahun 1995 data BBLR dirincikan sebanyak 17% dari 25 juta persalinan per
tahun dan hampir semua terjadi dinegara berkembang (Maulana, 2009).
Angka kematian
bayi (AKB) di Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN. Berdasarkan survei
demografi dan kesehatan indenesia (SDKI, 2007), Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia sekarang adalah 35 bayi per 1000 kelahiran. Dirincikan 157.000
bayi meninggal dunia per tahun atau 430 bayi meninggal dunia per hari.
Dalam Millenium Development Goals (MDG), Indonesia menargetkan pada
tahun 2015 angka kematian bayi (AKB) menurun menjadi 17 bayi per 1000
kelahiran. Penyebab kematian bayi baru lahir (Neonatus) yang terbanyak
disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada masa Neonatus,salah satunya Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan
masalah di Dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
masa bayi baru lahir (Maryunani, 2009).
Angka kejadian
BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain,
yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah Multicenter
diperoleh angka BBLR dengan rentan 2,1%-17,2%, Berdasarkan analisa nasional,
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya
masih lemah. Berdasarkan estimasi dari Survei Demografi dan kesehatan Indonesia
(SDKI, 2007). Tahun 1992-1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat
badan lahir rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%. Data tersebut terlihat
bahwa selama kurun waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di rumah
sakit Al-fatah (Ardiansyah, 2010).
Angka kejadian
BBLR di Indonesia berkisar 9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain. BBLR masih merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab
kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir, Sebanyak 25% bayi baru lahir
dengan BBLR meninggal dan 50% meninggal saat bayi (Evariny, 2005).
Jumlah kematian bayi di Propinsi Jawa Barat tahun 2007
sejumlah 4.272. Di pusat rujukan regional Jawa
Barat setiap tahunnya antara 20 – 25% kelahiran BBLR (Esty, 2009 ).
Faktor
yang mempengaruhi terjadinya persalinan dengan BBLR antara lain kemiskinan
merupakan akar dari masalah yang menimbulkan kondisi kurang gizi pada kaum
perempuan selain ketersediaan pangan dan konsumsi makanan yang kurang jumlahnya
maupun nilai gizinya menimbulkan kurang energi kronik (KEK) dan anemia. Kondisi
tersebut lazim didapatkan pada kaum ibu di desa yang sudah sejak kecil
menderita kurang kalori dan protein (KKP) dan anemia. Nilai budaya setempat
seringkali belum menempatkan kaum perempuan dalam kesetaraan gender, sehingga
pembagian makanan dalam keluarga tidak mendapat prioritas. Beban pekerjaan yang
berat pada perempuan desa menambah buruknya gizi dan kesehatan kaum perempuan. Kondisi
tersebut seorang perempuan memasuki masa kehamilan yang menambah buruk
kesehatan dan gizinya. Kelahiran yang terlalu muda, terlalu rapat, terlalu
banyak dan terlalu tua menambah buruknya kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil
yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya BBLR (Mitayani, 2009).
Upaya menurunkan angka kejadian
dan angka kematian BBLR akibat komplikasi seperti Asfiksia (27%), Infeksi Tetanus (5%), Hipotermia, Hiperbilirubinemia
yang masih tinggi terus dilangsungkan melalui berbagai kegiatan termasuk
pelatihan tenaga-tenaga profesional kesehatan yang berkaitan. Departemen
Kesehatan RI dan Unit Kerja Kelompok Perinatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(UKK Perinatologi IDAI) bekerjasama dengan beberapa Dinas Kesehatan Propinsi
telah menyelenggarakan pelatihan manajemen BBLR bagi bidan, dokter serta dokter
spesialis anak menurut tahapannya ( Purwanto. E.R, 2009).
Di RSPAD Gatot Soebroto angka kejadian BBLR pada tahun 2009 mencapai 10,1 %, sedangkan pada tahun 2010 mencapai 10,9 %. Terjadi peningkatan angka kejadian BBLR tapi belum diketahui penyebabnya.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian BBLR di RSPAD
Gatot Soebroto Tahun
2010.
1.2.
Rumusan
Masalah
Bagaimanakah faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian BBLR di RSPAD
Gatot Soebroto Tahun
2010.
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
1.3.2.
Tujuan
Khusus
1.3.2.1.
Diketahuinya
distribusi frekuensi karakteristik ibu bersalin dengan BBLR di RSPAD
Gatot Soebroto Tahun 2010. Berdasarkan umur ibu, paritas,
pendidikan dan status ekonomi.
1.3.2.2.
Diketahuinya hubungan antara umur
ibu dengan kejadian BBLR di RSPAD
Gatot Soebroto Tahun 2010.
1.3.2.3.
Diketahuinya hubungan antara
paritas dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.
1.3.2.4.
Diketahuinya hubungan antara
pendidikan dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.
1.3.2.5.
Diketahuinya hubungan antara Status
Ekonomi dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.
Pertanyaan
Penelitian
1.3.2.6.
Apakah ada hubungannya antara umur
ibu dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.3.2.7.
Apakah ada hubungannya antara
Paritas dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.3.2.8.
Apakah ada hubungannya antara
Pendidikan dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.3.2.9.
Apakah ada hubungannya antara
Status ekonomi ibu dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.4.
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi RSPAD
Gatot Soebroto
Sebagai bahan
masukan dalam peningkatan kualitas pelayanan pada perinatologi serta memberikan
pelayanan dan perawatan pada bayi berat lahir rendah dengan optimal dalam
rangka meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
1.4.2. Bagi
Institusi Pendidikan
Sebagai dokumen dan bahan bacaan serta bahan referensi untuk menambah wawasan mahasiswa Program Diploma
Kebidanan.
1.4.3. Bagi
Peneliti Lain
Menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai penerapan ilmu dan bahan informasi serta acuan bagi peneliti untuk melakukan
penelitian lebih lanjut
1.5.
Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian
berat bayi lahir rendah di RSPAD
Gatot Soebroto Tahun 2010
yang dilakukan pada tanggal 17 November - 07 Januari 2012. Penelitian
ini dilakukan karena semakin tingginya angka kejadian BBLR di RSPAD
Gatot Soebroto. Metode penelitian
ini menggunakan desain kohort Retrospectif dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari
status rekam medik ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Persalinan
2.1.1
Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks,
dan janin turun ke jalan lahir (Sumarah,
2009).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu),
lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam,
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2009).
Macam-macam
Persalinan :
1.
Persalinan
spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2.
Persalinan
buatan
Bila proses
persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3.
Persalinan
anjuran
Bila kekuatan
yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.
Beberapa
istilah yang berkaitan dengan usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai
berikut :
1.
Abortus
Yaitu terhentinya
dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan, usia
kehamilan sebelum 28 minggu dan berat janin kurang dari 1000 gram.
2.
Persalinan
prematuritas
Yaitu persalinan
sebelum usia kehamilan 28 sampai 36 minggu dengan berat janin kurang dari 2499
gram.
3.
Persalinan
Aterm
Yaitu persalinan
antara usia kehamilan 37 sampai 42 minggu dan berat janin di atas 2500 gram.
4.
Persalinan
Serotinus
Yaitu persalinan
yang melampaui usia kehamilan 42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas.
5.
Persalinan
Presipitatus
Yaitu persalinan berlangsung
cepat kurang dari 3 jam
(Manuaba, 2010)
2.1.2
Fisiologi Persalinan
Bagaimana
terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan
beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his. Esterogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan
sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan esterogen dan
progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst
posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk braxton hicks. Kontraksi braxton hicks akan menjadi kekuatan dominan
saat persalinan, oleh karena itu makin tua hamil frekuensi kontraksi makin
sering.
Berdasarkan uraian
tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses
persalinan :
1.
Teori
keregangan
a.
Otot
rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu
b.
Setelah
melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai
c.
Contohnya
pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga
menimbulkan proses persalinan
2.
Teori
Penurunan progesteron
a.
Proses
penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu
b.
Produksi
progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap
oksitosin
c.
Akibatnya
otot rahim mulai berkontraksi setelah mencapai tingkat penurunan progesteron
tertentu
3.
Teori
Oksitosin internal
a.
Oksitosin
dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior
b.
Perubahan
keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim
sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks
c.
Menurunnya
konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat
menigkatkan aktifitas sehingga persalinan dapat dimulai
4.
Teori
prostaglandin
a.
Konsentrasi
prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu yang dikeluarkan oleh
desidua
b.
Pemberian
prostaglandin saat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi
dikeluarkan
c.
Prostaglandin
dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan
5.
Teori
hipotalamus pituitari dan glandula suprarenalis
a.
Teori
ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus, teori ini dikemukakan oleh
Linggin 1973
b.
Malpar
pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan hasilnya kehamilan kelinci
berlangsung lebih lama
c.
Pemberian
kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya)
persalinan
d.
Dari
percobaan tersebut disimpulakan ada hubungan antara hipotalamus pituitari
dengan mulainya persalinan
e.
Glandula
suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan
Berdasarkan
teori yang dikemukakan, persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan
dengan jalan :
1.
Memecahkan
ketuban
a.
Mengurangi
keregangan otot rahim sehingga kontraksi segera dapat dimulai
b.
Keregangan
yang melampaui batas melemahkan kontraksi rahim sehingga perlu diperkecil agar
his dapat dimulai
2.
Induksi
persalinan secara hormonal/kimiawi
a.
Dengan
oksitosin drip
b.
Dengan
prostaglandin
3.
Induksi
persalinan dengan mekanis
a.
Memakai
laminaria stiff
4.
Persalinan
dengan tindakan operasi
(Sumarah,
2009)
2.1.3
Permulaan terjadi persalinan
Dengan penurunan
hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan :
1.
Turunnya
kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada primi gravida minggu ke 36
dapat menimbulkan sesak di bagian bawah diatas simfisis pubis dan sering ingin
kencing karena kandung kemih tertekan kepala.
2.
Perut
lebih melebar karena fundus uteri turun.
3.
Terjadi
perasaan sakit didaerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan
tertekannya pleksus frankenhauser yang terletak sekitar seviks (tanda pesalinan
palsu-false labour).
4.
Terjadinya
perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim.
5.
Terjadinya
pengeluaran lendir dimana lendir penutup serviks dilepaskan.
(Manuaba, 2010)
2.1.4
Tanda-tanda Persalinan
Tanda persalinan
sudah dekat, yaitu :
1.
Terjadi
lightening
Menjelang
minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri
karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan kontraksi Braxton Hicks,
ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum rotundum, gaya berat janin
dimana kepala ke arah bawah. Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul
dirasakan ibu hamil terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang,
dibagian bawah terasa sesak, terjadi kesulitan saat berjalan, sering miksi
(kencing).
2.
Terjadinya
his permulaan
Dengan makin
tua usia kehamilan, pengeluaran esterogen dan progesteron makin berkurang,
sehingga oksitosin dapat menimbulkan
kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu. Sifat his permulaan
(palsu) yaitu rasa nyeri ringan di bagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada
perubahan pada serviks atau pembawa tanda, durasinya pendek, tidak bertambah
bila beraktifitas.
(Manuaba, 2010)
Tanda-tanda Bahaya Dalam Persalinan :
1.
Syok
pada saat persalinan
2.
Perdarahan
pada saat persalinan
3.
Nyeri
kepala, gangguan penglihatan
4.
Kejang
atau koma
5.
Tekanan
darah tinggi
6.
Persalinan
yang lama
7.
Gawat
janin dalam persalinan
8.
Nyeri
perut
9.
hebat
dan sukar bernafas
(Ai Yeyeh, 2009)
2.2
BBLR
2.2.1. Pengertian
Bayi dengan berat lahir rendah disebabkan oleh masa kehamilan kurang
dari 37 minggu dengan berat yang sesuai masa kehamilan dihitung dari HPHT yang
teratur dan bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa
kehamilannya (KMK) serta keduanya (Wiknjosastro, 2005)
Berat
Badan Lahir Rendah merupakan istilah untuk mengganti bayi prematur karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, yaitu karena
umur hamil kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2010).
Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) adalah
bayi baru lahir yang berat badannya
saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2449 gram) (Saifuddin, 2009).
2.2.2
Etiologi
Penyebab terbanyak
terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain.
Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor
janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Mitayani,
2009).
a.
Faktor ibu
1)
Gizi saat hamil yang kurang
2)
Umur ibu < 20
tahun atau > 35 tahun
3)
Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
4)
Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
5)
Faktor pekerja yang terlalu berat
b.
Faktor kehamilan
1)
Hamil dengan hidramnion
2)
Hamil ganda
3)
Perdarahan antepartum
4)
Komplikasi
hamil : pre-eklamsia atau eklampsia, ketuban pecah dini.
c.
Faktor Janin
1)
Cacat bawaan
2)
Infeksi dalam rahim
d.
Faktor
yang masih belum diketahui
(Manuaba, 2010)
2.2.3
Diagnosis
dan gejala klinik
a)
Sebelum
bayi lahir
(1)
Pada
anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan lahir
mati
(2)
Pembesaran
uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
(3)
Pergerakan
janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih
lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
(4)
Pertambahan
berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya
(5)
Sering
dijumpai kehamilan dengan oligihidramnion atau bisa pula dengan hidramnion,
hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia gravidarum, atau
perdarahan antepartum.
b)
Setelah
bayi lahir
(1)
Bayi
dengan retardasi pertumbuhan intrauterin Secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda
-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks
caseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah
diangkat. Abdomen cekung atau rata, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tali
pusat tipis, lembek dan berwarna kehijauan.
(2)
Bayi
prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
Verniks kaseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit,
tulang tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka, abdomen buncit,
tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot hipotoni, dan kulit
tipis merah dan transparan.
(3)
Bayi
small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin.
(4)
Bayi
berat badan lahir rendah kurang sempurna alat-alat dalam tubuhnya karena itu
sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi,
dan sebagainya. Pada bayi kecil untuk masa kehamilan (small for date) alat –
alat dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi prematur, karena itu
akan lebih mudah hidup di luar rahim, namun tetap lebih peka terhadap infeksi
dan hipotermi dibandingkan bayi matur dengan berat badan normal (Mochtar,
2005).
2.2.4
Klasifikasi
Bayi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan
umur kehamilan dan berat badan lahir rendah, yaitu :
a.
Menurut Wiknjosastro (2005), WHO
(1979) membagi umur kehamilan dalam 3 kelompok, yaitu :
1)
Pre-term : kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 hari)
2)
Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259 -
293 hari)
3)
Post-term: 42 minggu lengkap atau
lebih (294 hari atau lebih)
b.
Menurut Saifuddin (2009),
diklasifikasikan berdasarkan berat badan waktu lahir, yaitu :
1)
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
yaitu bayi lahir dengan berat 1.500-2.500 gram
2)
Berat Badan Lahir Sangat Rendah
(BBLSR), yaitu bayi lahir dengan berat <1.500 gram
3)
Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah
(BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan berat <1.000 gram
c.
Menurut Ayurai (2009), bayi dengan
berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan :
1)
Pramunitas murni
Prematuritas murni adalah neonatus dengan
usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai
dengan masa kehamilan atau disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK ( sesuai
masa kehamilan ).
2)
Dismaturitas
Dismaturitas
adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk
masa kehamilan, dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan.
2.2.5
Karakteristik
BBLR
Gambaran bayi berat badan lahir rendah
tergantung dari umur kehamilan sehingga dapat dikatakan bahwa makin kecil bayi, makin muda kehamilan. Sebagai gambaran umum dapat dikemukakan bahwa bayi berat badan lahir
rendah mempunyai karakteristik antara lain :
1.
Berat badan kurang dari 2500 gram
2.
Panjang badan kurang dari 45 cm
3.
Lingkar dada kurang dari 30 cm
4.
Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5.
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6.
Kepala relative besar dari badannya
7.
Kulit tipis transparan, lanugo banyak,
lemak kulit kurang
8.
Otot
hipotonik-lemah
9.
Pernafasan tidak teratur dan sering
apnoe (gagal nafas)
10. Ekstremitas
: paha abduksi, sendi lutut / kaki lurus
11. Kepala
tidak mampu tegak
12. Nafas
sekitar 45 sampai 50 kali per menit
13. Frekuensi
nadi 100 sampai 140 kali per menit
(Manuaba,
2010)
2.2.6
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan
15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 38% dan lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara
statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas
neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara
satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7
daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara
nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan
pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal
7 % (Setiowaty, 2004).
2.2.7
Penatalaksanaan/ terapi
1.
Medikamentosa
Pemberian vitamin
K1 : Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atauPer oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian
(saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu).
2.
Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai
masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan
pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet.
Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk
menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau
selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama : (Suradi R., 2006)
a)
Apabila
bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun,
perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang
sehari sekali.
b)
Apabila
bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
c)
Pemberian
minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi
adalah sebagai berikut :
3.
Berat lahir 1750 – 2500 gram
1)
Bayi Sehat
a)
Biarkan
bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa
letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2
jam) bila perlu.
b)
Pantau
pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui.
Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum.
2)
Bayi Sakit
a)
Apabila
bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti
pada bayi sehat.
b)
Apabila
bayi memerlukan cairan intravena:
1)
Berikan
cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
2)
Mulai
berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan
pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk
menyusu.
3)
Apabila
masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang),
berikan ASI peras melalui pipa lambung :
Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, berikan minum 8 kali dalam 24
jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan
bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan
untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
4.
Berat lahir 1500-1749 gram
1)
Bayi Sehat
a)
Berikan
ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat
diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam
paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan
pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk
atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan
waktu lebih dari 1 minggu).
b)
Berikan
minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum.
c)
Apabila
bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
2)
Bayi Sakit
a)
Berikan
cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
b)
Beri
ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV
secara perlahan.
c)
Berikan
minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan
minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum.
d)
Lanjutkan
pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil
dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak.
e)
Apabila
bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
5.
Berat lahir 1250-1499 gram
1)
Bayi Sehat
a)
Beri
ASI peras melalui pipa lambung
b)
Beri
minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam.
c)
Apabila
bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum
d)
Lanjutkan
pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
e)
Apabila
bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
2)
Bayi Sakit
a)
Beri
cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
b)
Beri
ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan
intravena secara perlahan.
c)
Beri
minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum
160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
d)
Lanjutkan
pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
e)
Apabila
bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusui langsung.
2.2.8
Prognosis Bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah
Prognosis bayi
dengan berat badan lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/ makin rendah berat
badan bayi makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak, sindroma
gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan
metabolik (asidosis,
hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung keadaan sosial
ekonomi, pendidikan orang tua
dan perawatan pada saat
kehamilan, persalinan, dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi,
makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernafasan, asfiksia,
hiperbilirubinemia, hipoglikemia)
(Wijnkosastro, 2005).
2.2.9
Pencegahan BBLR
Menurut Israr (2008), pada kasus berat lahir
rendah (BBLR) pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a.
Meningkatkan pemeriksaan kehamilan
secara berkala minimal 4 kali selama kurun waktu kekamilan dan dimulai sejak
umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga beresiko, terutama faktor resiko
yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
b.
Memberikan penyuluhan kesehatan
kepada ibu-ibu hamil untuk merawat dan memeriksakan kehamilan dengan baik dan
teratur dan mengkonsumsi makanan yang bergizi sehingga dapat menanggulangi
masalah ibu hamil resiko tinggi sedini mungkin untuk menurunkan resiko lahirnya
bayi berat badan lahir rendah.
c.
Hendaknya ibu dapat merencanakan
persalinannya pada kurun reproduksi sehat ( 20-34 tahun ).
d.
Perlu dukungan sektor lain yang
terkait untuk turut berperan dalam mereka dapat meningkatkan akses terhadap
pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
2.2.10
Faktor-faktor Ibu yang Mempengaruhi BBLR
1.
Umur Ibu
Menurut William (2006) usia kehamilan
yang paling aman untuk masa kehamilan dan persalinan adalah 20 – 35 tahun. Usia
kurang dari 20 tahun tidak menjamin remaja mencapai kondisi sehat secara fisik,
mental dan sosial untuk proses reproduksi, sedangkan pada usia lebih dari 35
tahun telah terjadi penurunan fungsi organ dan sistem tubuh lainnya antara lain
sistem otot, saraf, kardiovaskuler,
endokrin dan reproduksi. Penyulit
pada kehamilan remaja, lebih tinggi bila dibandingkan kurun waktu reproduksi
yang sehat antara umur 20 – 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya
alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun
perkembangan dan pertumbuhan janin.
Angka kejadian BBLR
tertinggi ialah pada usia < 20 tahun dan pada multigravida yang jarak
kelahiran terlalu dekat. Sedangkan kejadian terendah terjadi pada usia 20-35
tahun, sedangkan pada wanita yang lebih tua mulai menunjukkan proses
penuaannya, sehingga ibu yang berusia di atas 35 tahun memiliki resiko
melahirkan BBLR lebih tinggi (Lesmiayani, 2002:23)
Menurut hasil
penelitian Reny Nurutami, (2006) dimana pada penelitian Reny ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun
memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah sebanyak 89,04%. Hal ini juga didukung oleh penelitian
Nanik Andayani, (2006) yang ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun
memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak
80,88%.
Menurut pendapat
peneliti bahwa faktor yang menyebabkan terjadi persalinan premature pada usia
20 – 35 tahun adalah antara lain status sosial ekonomi yang rendah, perilaku
ibu hamil dalam mengkonsumsi Fe, kurangnya pengetahuan tentang asupan gizi pada
ibu hamil yang dapat menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir
rendah.
2.
Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir maupun lahir mati. Ibu yang melaksanakan
persalinan dengan paritas rendah minimal 3 anak menunjukkan bahwa ibu telah
menerapkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai salah satu bentuk
program pembangunan kesehatan dalam rangka peningkatan kesejahteraaan masyarakat.
Paritas yang tinggi akan berdampak pada
timbulnya berbagai masalah kesahatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.
Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi adalah
berhubungan dengan kejadian BBLR. Sebagaimana hasil penelitian menunjukan bahwa
ibu dengan paritas tinggi secara merata terdistribusi pada kelompok kasus dan
control (50%) yang memberi interprestasi bahwa paritas yang tinggi tidak
mempengaruhi kesehatan ibu sehingga melahirkan dengan berat lahir yang
cenderung normal ( Joeharno, 2008
).
Menurut Manuaba (2001) resiko terjadinya BBLR tinggi pada
paritas 1 kemudian menurun pada paritas 2 dan 3. selanjutnya kembali meningkat
pada paritas 4. seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 6 kali
atau lebih, lebih mungkin mengalami :
1.
Kontraksi
yang lemah pada saat persalinan
2.
Perdarahan
setelah persalinan (karena otot rahim lemah)
3.
Persalinan
yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko perdarahan vagina yang
berat
4.
Plasenta
previa (plasenta letak rendah)
Sedangkan pembagian paritas itu sendiri
adalah :
1) Primipara
yaitu wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali
2) Multipara
adalah wanita yang pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana
persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali
3) Grande
multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm lebih dari lima kali
4) Mempunyai
anak lebih dari 4 orang juga akan menambah resiko terhadap ibu dan bayinya,
lebih-lebih jarak antara kehamilan kurang dari dua tahun, maka ibu akan lemah
akibat dari seringnya hamil, melahirkan,menyusui dan merawat anak-anaknya.
Sehingga sering mengakibatkan berbagai masalah. Resiko melahirkan bayi cacat
dan BBLR juga meningkat setelah empat kali kehamilan dan setelah usia ibu 35
tahun (Manuaba, 2010).
3.
Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan ibu,
pendidikan masyarakat
melalui media yang ada tentang bahaya dan kerugian kelahiran preterm atau berat
lahir rendah. Masyarakat diharapkan untuk menghindari faktor resiko diantaranya
adalah dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, menunda usia
hamil sampai 22-23 tahun dan sebagainya. (Prawihardjo, 2006).
Berdasarkan tingkat pendidikan ibu dapat dijelaskan
bahwa terdapat kecenderungan terhadap kematian bayi yang jumlahnya lebih banyak
pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (SD) hingga tidak sekolah
(Hartono dkk, 2006).
Pendidikan banyak menentukan sikap dan tindakan
dalam menghadapi berbagai masalah misalnya membutuhkan vaksinasi untuk anaknya,
memberi oralit waktu menceret misalnya kesedian menjadi peserta keluarga,
termasuk pengaturan makanan bagi ibu hamil untuk mencegah timbulnya bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) bahwa ibu mempunyai peranan yang cukup penting
dalam kesehatan dan pertumbuhan, akan dapat ditunjukan oleh kenyataan berikut,
anak- anak dan ibu mempunyai latar belakang. Pendidikan lebih tinggi akan
mendapat kesempatan hidup serta tumbuh kembang yang baik (Rahayu, 2008).
4.
Status
Ekonomi
Status
sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status
sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat
yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat
pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar
merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan
menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua
kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004).
Status
ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan
pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang
disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006).
Status
ekonomi biasanya erat hubungannya
dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Penghasilan yang terbatas membuat
kelangsungan kehamilanya membuat berbagai masalah kebidanan. Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan
stress dan nilai gizi yang relatif
rendah dapat menimbulkan berbagai masalah kebidanan sehingga memudahkan terjadinya Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) (Manuaba, 2010).
2.2.11
Kerangka Teori
Beberapa faktor yang
mendasari kerangka teori ini adalah
|
|
|
|
Sumber : Rukiyah, Ai Yeyeh 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Trans Info Media : Jakarta
BAB III
KERANGKA
KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka
Konsep
Kerangka konsep adalah hubungan- hubungan antara konsep
yang satu dengan yang lainnya dari masalah yang di teliti sesuai dengan yang di
uraikan pada tinjauan pustaka. (notoatmodjo, 2002). Agar tujuan penelitian ini dapat tercapai maka
diperlukan kerangka konsep yang akan menggambarkan penelitian dimana yang
menjadi variabel dependen adalah
variabel terikat yaitu BBLR
dan variabel indevenden adalah
variabel bebas yaitu Umur ibu, Paritas, Pendidikan,
Status ekonomi. Kerangka konsep dapat dilihat pada diagram berikut ini:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
-
Umur Ibu
-
Paritas
-
Pendidikan
-
Status Ekonomi
|
Berat Badan Lahir
Rendah
|
3.2 Definisi Operasional
No
|
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Cara
Ukur
|
Alat
Ukur
|
Hasil ukur
|
Skala
|
1
|
BBLR
|
Bayi baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram)
(Saifuddin, 2009).
|
Rekam medic
|
Check List
|
1. Berat Badan
Normal
2. Berat Badan
Dibawah Normal (<2500 gram)
|
Nominal
|
2
|
Umur Ibu
|
Umur ibu saat melahirkan bayi
|
Rekam medic
|
Check List
|
1. 20-30 tahun
2. <20 atau >35 tahun
|
Ordinal
|
3
|
Paritas
|
jumlah
anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu (Nursalam, 2003).
|
Rekam medic
|
Check List
|
1.
Primipara (1)
2.
Multipara atau Grande multipara (≤ 2)
|
Ordinal
|
4
|
Pendidikan
|
Jalur
formal atau non formal dijalani seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan
memperoleh ijazah sebagai tanda kelulusan(Adi kurniawan,2005).
|
Rekam medic
|
Check List
|
1. Rendah ( SD –
SMP )
2. Tinggi ( SMA – PT )
|
Ordinal
|
5
|
Status Ekonomi
|
Status ekonomi
adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan besarnya pendapatan keluarga yang
dikontruksikan ke UMR (Kartono, 2006).
1.
≥ UMR (Cukup) >Rp.972.600
2.
< UMR (Kurang) <Rp.972.600
|
Rekam medic
|
Check List
|
3.
≥ UMR (Cukup)
4.
< UMR (Kurang)
|
Nominal
|
Hipotesis
Penelitian
Hipotesa adalah jawaban sementara
dari pertanyaan penelitian. Hipotesa berfungsi untuk menentukan kearah
pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.
Berdasarkan kerangka pemikiran di
atas dan untuk menjawab permasalahan penelitian ini, maka diajukan hipotesis
alternatif ( Ha ) penelitian sebagai berikut :
Ho (Hipotesis Nihil) dan Ha (Hipotesis
Alternatif)
1.
Ho : Tidak ada hubungan antara umur ibu saat hamil dengan
kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan usia < 20 dan > 35 tahun cenderung mengalami BBLR dibandingkan dengan usia
20-35
2.
Ho : Ada hubungan antara paritas dengan kejadian berat
bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan paritas grande cenderung mengalami BBLR
dibandingkan dengan yang multi.
3.
Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan
kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan berpendidikan tinggi cenderung mengalami BBLR
dibandingkan dengan rendah
4.
Ho : Ada hubungan antara status ekonomi dengan kejadian
berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan status ekonomi < UMR cenderung mengalami BBLR dibandingkan dengan ≥ UMR.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
metode kohort Retrospectif. Dimana Peneliti mengambil data dari catatan atau
informasi yang telah lalu selama tahun 2010 dari bulan Januari-Desember 2010,
untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya berat badan
lahir rendah pada bayi. Populasinya adalah seluruh kelahiran bayi yang ditolong
di RSPAD Gatot Soebroto pada bulan Januari-Desember tahun 2010.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1
Lokasi
penelitian dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto
4.2.2
Waktu
penelitian data diambil pada bulan November – Januari 2012
4.3 Populasi
dan Sampel
4.3.1
Populasi
Populasi adalah
sejumlah individu dalam kelompok besar, yang mempunyai karakteristik umum yang
sama, yang menjadi fokus dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin pada tahun 2010, yaitu
berjumlah 957 orang.
4.3.2
Sampel
Sample penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002).
Dikutip dari hasil penelitian (Handry mulyana,2009) didapat bahwa
faktor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berumur <20 dan >35 tahun
sebanyak 23,2 %, sedangkan yang bukan
factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berumur 20-35 tahun sebanyak 75,9
%.
Berdasarkan hasil penelitian (Melly Astuti,2008) didapat bahwa factor
resiko terjadinya BBLR pada ibu yang paritas grandemultipara sebanyak 71,1%,
sedangkan yang bukan factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang paritas
multipara sebanyak 28,9%.
Berdasarkan hasil penelitian (Sudiyem,2007) didapat bahwa factor resiko
terjadinya BBLR pada ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 62,5 %, sedangkan
yang bukan factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berpendidikan tinggi
sebanyak 37,5%.
Berdasarkan hasil penelitian (Yayuk,2010) didapat bahwa factor resiko
terjadinya BBLR pada ibu yang status ekonominya ≥ UMR sebanyak 33,7%, sedangkan yang bukan faktor resiko
terjadinya BBLR pada ibu yang status ekomominya < UMR sebanyak 66,3%.
Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian ibu bersalin. Besar sampel yang menjadi objek dalam penelitian
dihitung dalam rumus (Notoatmodjo, 2005) yaitu sebagai berikut :
n =
N
1+ N (d²)
Keterangan : n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Nilai penyimpangan (untuk
kesehatan 5 % - 10%) (Notoatmodjo,
2005)
Maka :
n =
=
=
= 90,53
Jadi
jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 91 sampel.
Sebagai
pembanding kita ambil 91 sampel jadi total keseluruhan sampel adalah 182 bayi.
4.4
Tehnik dan Instrument Pengumpulan data
Tehnik dalam pengumpulan data
dilakukan dengan cara :
4.4.1
Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang didapat dari data rekam
medik pasien di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
4.4.2
Prosedur pengumpulan data
Data didapat dari data
pasien dan data rekam medik pasien di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
4.4.3
Pengolahan data
Setelah pengumpulan data dilakukan kemudian data diolah secara random
sampling dengan langkah-langkah berikut :
a)
Editing dilakukan untuk memeriksa kembali data yang
telah diperoleh sehingga dapat
dihasilkan data yang akurat untuk
pengolahan data selanjutnya.
b)
Selanjutnya melakukan coding yaitu merubah data
berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka atau bilangan.
c)
Selanjutnya entrying data yaitu memasukkan data-data
yang telah dilakukan pengkodean ke dalam
tabel rekapitulasi.
d)
Kemudian tabulating yaitu memasukkan data-data ke dalam tabel dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.
e)
Penyajian data-data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan membuat tabel-tabel silang antara variabel bebas dan
variabel terikat.
4.5
Analisa Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitas,
yaitu mengolah data yang berbentuk angka, baik sebagai hasil pengukuran maupun
hasil konveksi (Notoatmodjo, 2005).
4.5.1
Analisia Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mempermudah
interprestasi data ke dalam bentuk tabel dan uraian dalam bentuk teks untuk
mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi dari semua tabel baik independen
maupun dependen.
Rumus :
Keterangan
: F = Presentasi yang dicari
X = frekuensi variabel yang di dapat
N = jumlah sampel
(
Notoatmodjo, 2005 )
4.5.2 Analisa bivariat
Analisa bivariant
adalah analisa yang digunakan untuk mencari / mengetahui adanya hubungan antara
dua variabel, yaitu variabel independent dan dependent. Variabel independent
dalam penelitian ini adalah umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, sedangkan
dependent yaitu terjadinya anemia pada ibu hamil.
|
Keterangan
E: nilai expected
O: nilai observasi
Df: (K-1) (b-1)
|
X2=
Chi square
N
= jumlah sempel
A,b,c,d
= Sempel pada setiap kolom
Sedangkan
untuk menguji kemaknaan hubungan, digunakan x hitung dengan tabel adalah
sebagai berikut :
a.
Bila P value
< OR menunjukkan ada hubngan antara variabel
dependent dengan independent.
b.
Bila P value > OR menunjukkan tidak adanya hubungan antara
variabel dependent dengan independent.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian ini menguraikan tentang keterbatasan
penelitian dan mengintegrasikan hasil penelitian dengan konsep terkait dan
hasil penelitian terdahulu.
6.1
Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian
berdasarkan variabel yang diteliti sebagai berikut:
6.1.1. BBLR
Berdasarkan hasil penelitian
dapat diketahui bahwa dari 182 ibu bersalin yang mengalami berat badan lahir
rendah di RSPAD Gatot Soebroto yaitu sebanyak 91 orang, sedangkan yang tidak mengalami berat badan lahir rendah sebanyak 91 orang.
Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir
yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2449 gram) (Saifuddin, 2009).
Persalinan
adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di
luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
6.1.1
Hubungan antara umur ibu saat hamil dengan kejadian
berat bayi lahir rendah
Dari pengolahan data menunjukkan bahwa proporsi umur
terbanyak adalah ibu yang berumur <20 dan <35 tahun yang mengalami BBLR
sebanyak 58 orang (63,7%).
Hasil uji statistik dengan chi- square diperoleh nilai fisher’s exact test, P- value > 0,05 ( p-value 0,023) menunjukkan bahwa Ha
diterima artinya ada hubungan bermakna antara umur dengan berat bayi lahir rendah.
Hal ini
sesuai dengan teori Lesmiayani, 2002 yang mengatakan Angka kejadian BBLR
tertinggi ialah pada usia < 20 tahun dan pada multigravida yang jarak
kelahiran terlalu dekat. Sedangkan kejadian terendah terjadi pada usia 26-35
tahun, sedangkan pada wanita yang lebih tua mulai menunjukkan proses
penuaannya, sehingga ibu yang berusia di atas 35 tahun memiliki resiko
melahirkan BBLR lebih tinggi.
Menurut hasil penelitian Reny Nurutami, (2006) dimana pada penelitian Reny ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun
memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah sebanyak 89,04%. Hal ini juga didukung oleh penelitian
Nanik Andayani, (2006) yang ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun
memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak
80,88%.
6.1.2
Hubungan antara paritas dengan kejadian berat bayi
lahir rendah
Dari pengolahan
data menunjukkan bahwa paritas terbanyak adalah ibu yang paritas primipara yang
mengalami BBLR sebanyak 63 orang (69,2%)
hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai Continuity correction P-value > 0,05 (
p-value 6,57) , menunjukkan bahwa Ha
diterima.
Hasil penelitian ini sesuai menurut teori Manuaba, 2001 yang mengatakan resiko terjadinya BBLR tinggi pada paritas 1
kemudian menurun pada paritas 2 dan 3. selanjutnya kembali meningkat pada
paritas 4. Mempunyai anak lebih
dari 4 orang juga akan menambah resiko terhadap ibu dan bayinya, lebih-lebih
jarak antara kehamilan kurang dari dua tahun, maka ibu akan lemah akibat dari
seringnya hamil, melahirkan,menyusui dan merawat anak-anaknya. Sehingga sering
mengakibatkan berbagai masalah. Resiko melahirkan bayi cacat dan BBLR juga
meningkat setelah empat kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun.
Sedangkan menurut teori Wiknjosastro, 2007 yang
mengatakan paritas 2-3 merupakan paritas paling aman. Paritas 1 dan paling tinggi
(lebih dari 3) mempunyai angka BBLR lebih tinggi.
6.1.3
Hubungan antara pendidikan dengan kejadian berat bayi
lahir rendah
Dari pengolahan data menunjukkan berdasarkan pendidikan
terbanyak adalah ibu yang berpendidikan
tinggi yang mengalami BBLR sebanyak 60 orang (65,9%).
Hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai continuity cerrection P-value <
0,05 ( p-value 0,018)
menunjukkan bahwa Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan berat bayi lahir rendah pada ibu bersalin.
Hasil
penelitian ini tidak sesuai
dengan teori Hartono, dkk, 2006 yang mengatakan bahwa berdasarkan
tingkat pendidikan ibu dapat dijelaskan bahwa terdapat kecenderungan terhadap BBLR yang jumlahnya lebih banyak
pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (SD) hingga tidak sekolah.
Hal ini
sesuai dengan teori Rahayu, 2008 yang mengatakan pendidikan banyak
menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi berbagai masalah misalnya
membutuhkan vaksinasi untuk anaknya, memberi oralit waktu menceret misalnya
kesedian menjadi peserta keluarga, termasuk pengaturan makanan bagi ibu hamil
untuk mencegah timbulnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) bahwa ibu
mempunyai peranan yang cukup penting dalam kesehatan dan pertumbuhan, akan dapat
ditunjukan oleh kenyataan berikut, anak- anak dan ibu mempunyai latar belakang.
Pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh kembang
yang baik.
6.1.4
Hubungan antara status ekonomi dengan kejadian berat
bayi lahir rendah
Dari pengolahan
data menunjukkan berdasarkan status ekonomi terbanyak adalah ibu yang status ekonominya < UMR yang mengalami BBLR sebanyak
54 orang (59,3%).
Dari hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai Continuity correction P-value > 0,05 ( p-value
0,022) , menunjukkan bahwa Ha
diterima artinya ada hubungan bermakna antara status ekonomi dengan berat bayi lahir rendah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Manuaba,
2010 yang mengatakan, status ekonomi biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau
keluarga. Penghasilan yang terbatas membuat kelangsungan kehamilanya membuat
berbagai masalah kebidanan. Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stress dan nilai gizi yang
relatif rendah dapat
menimbulkan berbagai masalah kebidanan sehingga memudahkan terjadinya Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR).
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah sesuai
dengan tujuan khusus, yaitu mengetahui distribusi frekuensi dan hubungan dari masing-masing
variabel yang diteliti, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
7.1.1
Distribusi frekuensi karakteristik ibu bersalin dengan berat badan lahir rendah adalah
sebanyak 91 orang dari 182 ibu bersalin.
7.1.2
Distribusi frekuensi berdasarkan umur ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang paling banyak pada umur <20 dan >35 tahun berjumlah 58 orang, sedangkan pada umur 20-35 tahun berjumlah 33 orang.
7.1.3
Distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang memiliki paritas primipara dengan BBLR berjumlah 63 orang, sedangkan
paritas
multipara atau grande dengan BBLR berjumlah 28 orang.
7.1.4
Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang mempunyai
pendidikan rendah berjumlah 31 orang sedangkan ibu
yang memiliki pendidikan tinggi
berjumlah 60 orang.
7.1.5
Distribusi frekuensi berdasarkan status ekonomi ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang ≥ UMR berjumlah 37 orang dan yang < UMR berjumlah 54 orang.
7.2 Saran
7.2.1
Bagi Tempat Penelitian RSPAD Gatot
Soebroto
Diharapkan
tenaga kesehatan lebih meningkatkan pemberian konseling atau pendidikan
kesehatan untuk masyarakat khususnya mengenai BBLR sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik yang dapat menurunkan
angka kelahiran BBLR.
7.2.2
Bagi
Institusi Pendidikan
Agar dapat
digunakan sebagai sarana kepustakaan dan menambah informasi mahasiswa dalam
melaksanakan asuhan kebidanan.
7.2.3
Bagi
Peneliti Yang Akan Datang
Dapat
menjadi bahan tentang pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di
tempat lain dan dapat menambah wawasan dan pengalaman terutama tentang metodologi
penelitian untuk mengaplikasikanya dalam penelitian selanjutnya.
boleh minta daftar pustakanya
BalasHapusboleh minta daftar pustakanya
BalasHapuskalo bs kirim ke email
icitybaracuda@yahoo.com
minta daftar pustakanya donkkk.???????
BalasHapus