Senin, 02 Juli 2012

BBLR KTI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
BBLR adalah bayi Baru Lahir Dengan Berat badan Lahir kurang dari 2500 gram. Bayi baru lahir yang berat badan lahir kurang atau sama dengan 2500 gram disebut prematur (Djitowiyono, 2010).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature beby dengan low birth weight baby (Bayi Dengan Berat Lahir Rendah). Dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Menentukan apakah bayi baru lahir itu prematur kita dapat melihat dari sesuai masa kehamilan (SMK), dan (BMK) besar masa kehamilan (Sarwono, 2006).
Menurut WHO pada tahun 1995 data BBLR dirincikan sebanyak 17% dari 25 juta persalinan per tahun dan hampir semua terjadi dinegara berkembang (Maulana, 2009).
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia adalah tertinggi di Negara ASEAN. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan indenesia (SDKI, 2007), Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sekarang adalah 35 bayi per 1000 kelahiran. Dirincikan 157.000 bayi meninggal dunia per tahun atau  430 bayi meninggal dunia per hari. Dalam Millenium Development Goals (MDG), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 angka kematian bayi (AKB) menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Penyebab kematian bayi baru lahir (Neonatus) yang terbanyak disebabkan oleh kegawatdaruratan dan penyulit pada masa Neonatus,salah satunya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih merupakan masalah  di Dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir (Maryunani, 2009).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah Multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentan 2,1%-17,2%, Berdasarkan analisa nasional, Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Berdasarkan estimasi dari Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI, 2007). Tahun 1992-1997 yaitu secara nasional proporsi bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu 7,7% untuk perkotaan 6,6%. Data tersebut terlihat bahwa selama kurun waktu tiga tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR di rumah sakit Al-fatah  (Ardiansyah, 2010).
Angka kejadian BBLR di Indonesia berkisar 9-30% bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain. BBLR masih merupakan masalah di seluruh dunia karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa bayi baru lahir, Sebanyak 25% bayi baru lahir dengan BBLR meninggal dan 50% meninggal saat bayi (Evariny, 2005).
Jumlah kematian bayi di Propinsi Jawa Barat tahun 2007 sejumlah 4.272. Di pusat rujukan regional Jawa Barat setiap tahunnya antara 20 – 25% kelahiran BBLR (Esty, 2009 ).
Faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan dengan BBLR antara lain kemiskinan merupakan akar dari masalah yang menimbulkan kondisi kurang gizi pada kaum perempuan selain ketersediaan pangan dan konsumsi makanan yang kurang jumlahnya maupun nilai gizinya menimbulkan kurang energi kronik (KEK) dan anemia. Kondisi tersebut lazim didapatkan pada kaum ibu di desa yang sudah sejak kecil menderita kurang kalori dan protein (KKP) dan anemia. Nilai budaya setempat seringkali belum menempatkan kaum perempuan dalam kesetaraan gender, sehingga pembagian makanan dalam keluarga tidak mendapat prioritas. Beban pekerjaan yang berat pada perempuan desa menambah buruknya gizi dan kesehatan kaum perempuan. Kondisi tersebut seorang perempuan memasuki masa kehamilan yang menambah buruk kesehatan dan gizinya. Kelahiran yang terlalu muda, terlalu rapat, terlalu banyak dan terlalu tua menambah buruknya kondisi kesehatan dan gizi ibu hamil yang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya BBLR (Mitayani, 2009).
Upaya menurunkan angka kejadian dan angka kematian BBLR akibat komplikasi seperti Asfiksia (27%), Infeksi Tetanus (5%), Hipotermia, Hiperbilirubinemia yang masih tinggi terus dilangsungkan melalui berbagai kegiatan termasuk pelatihan tenaga-tenaga profesional kesehatan yang berkaitan. Departemen Kesehatan RI dan Unit Kerja Kelompok Perinatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK Perinatologi IDAI) bekerjasama dengan beberapa Dinas Kesehatan Propinsi telah menyelenggarakan pelatihan manajemen BBLR bagi bidan, dokter serta dokter spesialis anak menurut tahapannya ( Purwanto. E.R, 2009).
Di RSPAD Gatot Soebroto angka kejadian BBLR pada tahun 2009 mencapai 10,1 %, sedangkan pada tahun 2010 mencapai 10,9 %. Terjadi peningkatan angka kejadian BBLR tapi belum diketahui penyebabnya.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.

1.2.            Rumusan Masalah
Bagaimanakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.

1.3.            Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.

1.3.2.      Tujuan Khusus
1.3.2.1.    Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik ibu bersalin dengan BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010. Berdasarkan umur ibu, paritas, pendidikan dan status ekonomi.
1.3.2.2.    Diketahuinya hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.
1.3.2.3.    Diketahuinya hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.
1.3.2.4.    Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.
1.3.2.5.    Diketahuinya hubungan antara Status Ekonomi dengan kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010.

Pertanyaan Penelitian
1.3.2.6.    Apakah ada hubungannya antara umur ibu dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.3.2.7.    Apakah ada hubungannya antara Paritas dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.3.2.8.    Apakah ada hubungannya antara Pendidikan dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010
1.3.2.9.    Apakah ada hubungannya antara Status ekonomi ibu dengan kejadia BBLR di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010


1.4.            Manfaat Penelitian
1.4.1.      Bagi RSPAD Gatot Soebroto
Sebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas pelayanan pada perinatologi serta memberikan pelayanan dan perawatan pada bayi berat lahir rendah dengan optimal dalam rangka meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
1.4.2.      Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumen dan bahan bacaan serta bahan referensi untuk menambah wawasan mahasiswa Program Diploma Kebidanan.
1.4.3.      Bagi Peneliti Lain
Menambah pengetahuan dan wawasan serta sebagai penerapan ilmu dan bahan informasi serta acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut



1.5.            Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2010 yang dilakukan pada tanggal 17 November - 07 Januari 2012. Penelitian ini dilakukan karena semakin tingginya angka kejadian BBLR di RSPAD Gatot Soebroto. Metode penelitian ini menggunakan desain kohort Retrospectif dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari status rekam medik ibu.











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1              Persalinan
2.1.1         Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan lahir (Sumarah, 2009).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2009).


Macam-macam Persalinan :
1.      Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2.      Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
3.      Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar  dengan jalan rangsangan.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan sebagai berikut :
1.        Abortus
Yaitu terhentinya dan dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan, usia kehamilan sebelum 28 minggu dan berat janin kurang dari 1000 gram.
2.        Persalinan prematuritas
Yaitu persalinan sebelum usia kehamilan 28 sampai 36 minggu dengan berat janin kurang dari 2499 gram.

3.        Persalinan Aterm
Yaitu persalinan antara usia kehamilan 37 sampai 42 minggu dan berat janin di atas 2500 gram.
4.        Persalinan Serotinus
Yaitu persalinan yang melampaui usia kehamilan 42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas.
5.        Persalinan Presipitatus
Yaitu persalinan berlangsung cepat kurang dari 3 jam
(Manuaba, 2010)
2.1.2         Fisiologi Persalinan
Bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulai terjadinya kekuatan his. Esterogen dan progesteron terdapat dalam keseimbangan sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk braxton hicks. Kontraksi braxton hicks akan menjadi kekuatan dominan saat persalinan, oleh karena itu makin tua hamil frekuensi kontraksi makin sering.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa teori yang menyatakan kemungkinan proses persalinan :
1.        Teori keregangan
a.         Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu
b.        Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai
c.         Contohnya pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu sehingga menimbulkan proses persalinan
2.        Teori Penurunan progesteron
a.        Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu
b.        Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin
c.        Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah mencapai tingkat penurunan progesteron tertentu
3.        Teori Oksitosin internal
a.         Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior
b.        Perubahan keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitifitas otot rahim sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks
c.         Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat menigkatkan aktifitas sehingga persalinan dapat dimulai
4.        Teori prostaglandin
a.         Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur hamil 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua
b.        Pemberian prostaglandin saat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan
c.         Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan
5.        Teori hipotalamus pituitari dan glandula suprarenalis
a.        Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus, teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973
b.        Malpar pada tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan hasilnya kehamilan kelinci berlangsung lebih lama
c.        Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi (mulainya) persalinan
d.       Dari percobaan tersebut disimpulakan ada hubungan antara hipotalamus pituitari dengan mulainya persalinan
e.        Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan
Berdasarkan teori yang dikemukakan, persalinan anjuran (induksi persalinan) dapat dilakukan dengan jalan :
1.        Memecahkan ketuban
a.       Mengurangi keregangan otot rahim sehingga kontraksi segera dapat dimulai
b.      Keregangan yang melampaui batas melemahkan kontraksi rahim sehingga perlu diperkecil agar his dapat dimulai
2.        Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi
a.         Dengan oksitosin drip
b.        Dengan prostaglandin
3.         Induksi persalinan dengan mekanis
a.         Memakai laminaria stiff
4.         Persalinan dengan tindakan operasi
(Sumarah, 2009)
2.1.3         Permulaan terjadi persalinan
Dengan penurunan hormon progesteron menjelang persalinan dapat terjadi kontraksi. Kontraksi otot rahim menyebabkan :
1.        Turunnya kepala, masuk pintu atas panggul, terutama pada primi gravida minggu ke 36 dapat menimbulkan sesak di bagian bawah diatas simfisis pubis dan sering ingin kencing karena kandung kemih tertekan kepala.
2.        Perut lebih melebar karena fundus uteri turun.
3.        Terjadi perasaan sakit didaerah pinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya pleksus frankenhauser yang terletak sekitar seviks (tanda pesalinan palsu-false labour).
4.        Terjadinya perlunakan serviks karena terdapat kontraksi otot rahim.
5.        Terjadinya pengeluaran lendir dimana lendir penutup serviks dilepaskan.
(Manuaba, 2010)
2.1.4         Tanda-tanda Persalinan
Tanda persalinan sudah dekat, yaitu :
1.        Terjadi lightening
Menjelang minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan kontraksi Braxton Hicks, ketegangan dinding perut, ketegangan ligamentum rotundum, gaya berat janin dimana kepala ke arah bawah. Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang, dibagian bawah terasa sesak, terjadi kesulitan saat berjalan, sering miksi (kencing).
2.        Terjadinya his permulaan
Dengan makin tua usia kehamilan, pengeluaran esterogen dan progesteron makin berkurang, sehingga oksitosin dapat menimbulkan  kontraksi yang lebih sering, sebagai his palsu. Sifat his permulaan (palsu) yaitu rasa nyeri ringan di bagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda, durasinya pendek, tidak bertambah bila beraktifitas.
                        (Manuaba, 2010)
Tanda-tanda Bahaya Dalam Persalinan :
1.        Syok pada saat persalinan
2.        Perdarahan pada saat persalinan
3.        Nyeri kepala, gangguan penglihatan
4.        Kejang atau koma
5.        Tekanan darah tinggi
6.        Persalinan yang lama
7.        Gawat janin dalam persalinan
8.        Nyeri perut
9.        hebat dan sukar bernafas
(Ai Yeyeh, 2009)
2.2              BBLR
2.2.1.      Pengertian
Bayi dengan berat lahir rendah disebabkan oleh masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai masa kehamilan dihitung dari HPHT yang teratur dan bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (KMK) serta keduanya (Wiknjosastro, 2005)
Berat Badan Lahir Rendah merupakan istilah untuk mengganti bayi prematur karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram, yaitu karena umur hamil kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya sekalipun cukup bulan atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2010).
Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2449 gram) (Saifuddin, 2009).

2.2.2        Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (Mitayani, 2009).
a.         Faktor ibu
1)        Gizi saat hamil yang kurang
2)        Umur ibu < 20 tahun atau > 35 tahun
3)        Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
4)        Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
5)        Faktor pekerja yang terlalu berat
b.        Faktor kehamilan
1)        Hamil dengan hidramnion
2)        Hamil ganda
3)        Perdarahan antepartum
4)        Komplikasi hamil : pre-eklamsia atau eklampsia, ketuban pecah dini.
c.         Faktor Janin
1)        Cacat bawaan
2)        Infeksi dalam rahim
d.        Faktor yang masih belum diketahui
(Manuaba, 2010)
2.2.3        Diagnosis dan gejala klinik
a)         Sebelum bayi lahir
(1)     Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan lahir mati
(2)     Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan
(3)     Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
(4)     Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya
(5)     Sering dijumpai kehamilan dengan oligihidramnion atau bisa pula dengan hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia gravidarum, atau perdarahan antepartum.
b)        Setelah bayi lahir
(1)     Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin Secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda -tanda bayi ini adalah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks caseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat. Abdomen cekung atau rata, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tali pusat tipis, lembek dan berwarna kehijauan.
(2)     Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu Verniks kaseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka, abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot hipotoni, dan kulit tipis merah dan transparan.
(3)     Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin.
(4)     Bayi berat badan lahir rendah kurang sempurna alat-alat dalam tubuhnya karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan, infeksi, trauma kelahiran, hipotermi, dan sebagainya. Pada bayi kecil untuk masa kehamilan (small for date) alat – alat dalam tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi prematur, karena itu akan lebih mudah hidup di luar rahim, namun tetap lebih peka terhadap infeksi dan hipotermi dibandingkan bayi matur dengan berat badan normal (Mochtar, 2005).


2.2.4        Klasifikasi
Bayi BBLR dapat diklasifikasikan berdasarkan umur kehamilan dan berat badan lahir rendah, yaitu :
a.         Menurut Wiknjosastro (2005), WHO (1979) membagi umur kehamilan dalam 3 kelompok, yaitu :
1)        Pre-term         : kurang dari 37 minggu lengkap (kurang dari 259 hari)
2)        Term  : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap (259 - 293 hari)
3)        Post-term: 42 minggu lengkap atau lebih (294 hari atau lebih)
b.         Menurut Saifuddin (2009), diklasifikasikan berdasarkan berat badan waktu lahir, yaitu :
1)        Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi lahir dengan berat 1.500-2.500 gram
2)        Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi lahir dengan berat <1.500 gram
3)        Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan berat <1.000 gram
c.         Menurut Ayurai (2009), bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi menjadi dua golongan :


1)        Pramunitas murni
Prematuritas murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan yang sesuai dengan masa kehamilan atau disebut juga neonatus preterm / BBLR / SMK ( sesuai masa kehamilan ).
2)        Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan, dikarenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan.
2.2.5        Karakteristik BBLR
Gambaran bayi berat badan lahir rendah tergantung dari umur kehamilan sehingga dapat dikatakan bahwa makin kecil bayi, makin muda kehamilan. Sebagai gambaran umum dapat dikemukakan bahwa bayi berat badan lahir rendah mempunyai karakteristik antara lain :
1.        Berat badan kurang dari 2500 gram
2.        Panjang badan kurang dari 45 cm
3.        Lingkar dada kurang dari 30 cm
4.        Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5.        Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6.        Kepala relative besar dari badannya
7.        Kulit tipis transparan, lanugo banyak, lemak kulit kurang
8.        Otot hipotonik-lemah
9.        Pernafasan tidak teratur dan sering apnoe (gagal nafas)
10.    Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki lurus
11.    Kepala tidak mampu tegak
12.    Nafas sekitar 45 sampai 50 kali per menit
13.    Frekuensi nadi 100 sampai 140 kali per menit
(Manuaba, 2010)
2.2.6        Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% - 38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7 % (Setiowaty, 2004).
2.2.7        Penatalaksanaan/ terapi
1.         Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 : *Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau*Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu).
2.         Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama : (Suradi R., 2006)
a)        Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
b)        Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
c)        Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut :
3.        Berat lahir 1750 – 2500 gram
1)        Bayi Sehat
a)         Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
b)        Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
2)        Bayi Sakit
a)         Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.
b)        Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
1)        Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
2)        Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.
3)        Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :  Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
4.        Berat lahir 1500-1749 gram
1)        Bayi Sehat
a)    Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu).
b)   Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
c)    Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
2)        Bayi Sakit
a)    Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
b)   Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
c)    Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
d)   Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak.
e)    Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
5.        Berat lahir 1250-1499 gram
1)   Bayi Sehat
a)    Beri ASI peras melalui pipa lambung
b)   Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam.
c)    Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
d)   Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
e)    Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
2)   Bayi Sakit
a)    Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
b)   Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.*
c)    Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
d)   Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
e)    Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
2.2.8        Prognosis Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
Prognosis bayi dengan berat badan lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya masa gestasi (makin muda masa gestasi/ makin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak, sindroma gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan, dan postnatal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, makanan, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernafasan, asfiksia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia) (Wijnkosastro, 2005).
2.2.9        Pencegahan BBLR
Menurut Israr (2008), pada kasus berat lahir rendah (BBLR) pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a.         Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun waktu kekamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga beresiko, terutama faktor resiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
b.        Memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu-ibu hamil untuk merawat dan memeriksakan kehamilan dengan baik dan teratur dan mengkonsumsi makanan yang bergizi sehingga dapat menanggulangi masalah ibu hamil resiko tinggi sedini mungkin untuk menurunkan resiko lahirnya bayi berat badan lahir rendah.
c.         Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun reproduksi sehat ( 20-34 tahun ).
d.        Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil.
2.2.10    Faktor-faktor Ibu yang Mempengaruhi BBLR
1.        Umur Ibu
Menurut William (2006) usia kehamilan yang paling aman untuk masa kehamilan dan persalinan adalah 20 – 35 tahun. Usia kurang dari 20 tahun tidak menjamin remaja mencapai kondisi sehat secara fisik, mental dan sosial untuk proses reproduksi, sedangkan pada usia lebih dari 35 tahun telah terjadi penurunan fungsi organ dan sistem tubuh lainnya antara lain sistem otot, saraf, kardiovaskuler, endokrin dan reproduksi. Penyulit pada kehamilan remaja, lebih tinggi bila dibandingkan kurun waktu reproduksi yang sehat antara umur 20 – 30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin.
Angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada usia < 20 tahun dan pada multigravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Sedangkan kejadian terendah terjadi pada usia 20-35 tahun, sedangkan pada wanita yang lebih tua mulai menunjukkan proses penuaannya, sehingga ibu yang berusia di atas 35 tahun memiliki resiko melahirkan BBLR lebih tinggi (Lesmiayani, 2002:23)
Menurut hasil penelitian Reny Nurutami, (2006) dimana pada penelitian Reny ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak 89,04%. Hal ini juga didukung oleh penelitian Nanik Andayani, (2006) yang ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak 80,88%.
Menurut pendapat peneliti bahwa faktor yang menyebabkan terjadi persalinan premature pada usia 20 – 35 tahun adalah antara lain status sosial ekonomi yang rendah, perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi Fe, kurangnya pengetahuan tentang asupan gizi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah.
2.        Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir maupun lahir mati. Ibu yang melaksanakan persalinan dengan paritas rendah minimal 3 anak menunjukkan bahwa ibu telah menerapkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai salah satu bentuk program pembangunan kesehatan dalam rangka peningkatan kesejahteraaan masyarakat.
Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesahatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi adalah berhubungan dengan kejadian BBLR. Sebagaimana hasil penelitian menunjukan bahwa ibu dengan paritas tinggi secara merata terdistribusi pada kelompok kasus dan control (50%) yang memberi interprestasi bahwa paritas yang tinggi tidak mempengaruhi kesehatan ibu sehingga melahirkan dengan berat lahir yang cenderung normal ( Joeharno, 2008 ).
Menurut Manuaba (2001) resiko terjadinya BBLR tinggi pada paritas 1 kemudian menurun pada paritas 2 dan 3. selanjutnya kembali meningkat pada paritas 4. seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 6 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami :
1.    Kontraksi yang lemah pada saat persalinan
2.    Perdarahan setelah persalinan (karena otot rahim lemah)
3.    Persalinan yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko perdarahan vagina yang berat
4.    Plasenta previa (plasenta letak rendah)
Sedangkan pembagian paritas itu sendiri adalah :
1)    Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali
2)    Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali
3)    Grande multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm lebih dari lima kali
4)    Mempunyai anak lebih dari 4 orang juga akan menambah resiko terhadap ibu dan bayinya, lebih-lebih jarak antara kehamilan kurang dari dua tahun, maka ibu akan lemah akibat dari seringnya hamil, melahirkan,menyusui dan merawat anak-anaknya. Sehingga sering mengakibatkan berbagai masalah. Resiko melahirkan bayi cacat dan BBLR juga meningkat setelah empat kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun (Manuaba, 2010).
3.         Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan ibu, pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan kerugian kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat diharapkan untuk menghindari faktor resiko diantaranya adalah dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, menunda usia hamil sampai 22-23 tahun dan sebagainya. (Prawihardjo, 2006).
Berdasarkan tingkat pendidikan ibu dapat dijelaskan bahwa terdapat kecenderungan terhadap kematian bayi yang jumlahnya lebih banyak pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (SD) hingga tidak sekolah (Hartono dkk, 2006).
Pendidikan banyak menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi berbagai masalah misalnya membutuhkan vaksinasi untuk anaknya, memberi oralit waktu menceret misalnya kesedian menjadi peserta keluarga, termasuk pengaturan makanan bagi ibu hamil untuk mencegah timbulnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) bahwa ibu mempunyai peranan yang cukup penting dalam kesehatan dan pertumbuhan, akan dapat ditunjukan oleh kenyataan berikut, anak- anak dan ibu mempunyai latar belakang. Pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh kembang yang baik (Rahayu, 2008).
4.        Status Ekonomi
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004).
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok (Kartono, 2006).
Status ekonomi biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Penghasilan yang terbatas membuat kelangsungan kehamilanya membuat berbagai masalah kebidanan. Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stress dan nilai gizi yang relatif rendah dapat menimbulkan berbagai masalah kebidanan sehingga memudahkan terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Manuaba, 2010).
2.2.11    Kerangka Teori
Beberapa faktor yang mendasari kerangka teori ini adalah
Faktor Predisposisi
1.      Umur ibu saat hamil
2.      Paritas
3.      Pendidikan
4.      Status Ekonomi
 
Bagan 2.1


 


BBLR
 
Faktor Pendorong
-    Kepercayaan
-    Status Ekonomi
 
                                           
                                            


Faktor Lainnya
-    Kelaurga
-    Teman
-    Petugas Kesehatan
 
 



Sumber : Rukiyah, Ai Yeyeh 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Trans Info Media : Jakarta




BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1  Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hubungan- hubungan antara konsep yang satu dengan yang lainnya dari masalah yang di teliti sesuai dengan yang di uraikan pada tinjauan pustaka. (notoatmodjo, 2002).  Agar tujuan penelitian ini dapat tercapai maka diperlukan kerangka konsep yang akan menggambarkan penelitian dimana yang menjadi variabel dependen adalah variabel terikat yaitu BBLR dan variabel indevenden adalah variabel bebas yaitu Umur ibu, Paritas, Pendidikan, Status ekonomi. Kerangka konsep dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Bagan 3.1
Kerangka Konsep  Penelitian

          Variabel Independen                                            Variabel Dependen
-          Umur Ibu
-          Paritas
-          Pendidikan
-          Status Ekonomi



Berat Badan Lahir Rendah
 






3.2     Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil ukur
Skala
1
BBLR
Bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Saifuddin, 2009).
Rekam medic
Check List
1.      Berat Badan  Normal
2.      Berat Badan Dibawah Normal (<2500 gram)
Nominal
2
Umur Ibu
Umur ibu saat melahirkan bayi
Rekam medic
Check List
1.  20-30 tahun
2.  <20 atau  >35 tahun

Ordinal
3
Paritas
jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu (Nursalam, 2003).
Rekam medic
Check List
1.      Primipara (1)
2.      Multipara atau Grande multipara (≤ 2)
Ordinal
4
Pendidikan
Jalur formal atau non formal dijalani seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan memperoleh ijazah sebagai tanda kelulusan(Adi kurniawan,2005).
Rekam medic
Check List
1.      Rendah ( SD – SMP )
2.      Tinggi         ( SMA – PT )

Ordinal
5
Status Ekonomi
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan besarnya pendapatan keluarga yang dikontruksikan ke UMR (Kartono, 2006).
1.      ≥ UMR (Cukup) >Rp.972.600
2.      < UMR (Kurang) <Rp.972.600
Rekam medic
Check List
3.      ≥ UMR (Cukup)
4.      < UMR (Kurang)
Nominal

Hipotesis Penelitian
            Hipotesa adalah jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Hipotesa berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesis ini merupakan pernyataan yang harus dibuktikan.
            Berdasarkan kerangka pemikiran di atas dan untuk menjawab permasalahan penelitian ini, maka diajukan hipotesis alternatif ( Ha ) penelitian sebagai berikut :

Ho  (Hipotesis Nihil) dan Ha (Hipotesis Alternatif)

1.      Ho : Tidak ada hubungan antara umur ibu saat hamil dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan usia < 20 dan > 35 tahun cenderung mengalami BBLR dibandingkan dengan usia 20-35
2.      Ho : Ada hubungan antara paritas dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan paritas grande cenderung mengalami BBLR dibandingkan dengan yang multi.
3.      Ho : Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan berpendidikan tinggi cenderung mengalami BBLR dibandingkan dengan rendah
4.      Ho : Ada hubungan antara status ekonomi dengan kejadian berat bayi lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
Ha : Ibu dengan status ekonomi < UMR cenderung mengalami BBLR dibandingkan dengan ≥ UMR.

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1  Jenis dan Rancangan Penelitian
             Penelitian ini menggunakan metode kohort Retrospectif. Dimana Peneliti mengambil data dari catatan atau informasi yang telah lalu selama tahun 2010 dari bulan Januari-Desember 2010, untuk mengetahui factor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya berat badan lahir rendah pada bayi. Populasinya adalah seluruh kelahiran bayi yang ditolong di RSPAD Gatot Soebroto pada bulan Januari-Desember tahun 2010.

4.2  Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1        Lokasi penelitian dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto
4.2.2        Waktu penelitian data diambil pada bulan November – Januari 2012

4.3  Populasi dan Sampel
4.3.1        Populasi
Populasi adalah sejumlah individu dalam kelompok besar, yang mempunyai karakteristik umum yang sama, yang menjadi fokus dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin pada tahun 2010, yaitu berjumlah 957 orang.

4.3.2        Sampel
Sample penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002).  
Dikutip dari hasil penelitian (Handry mulyana,2009) didapat bahwa faktor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berumur <20 dan >35 tahun sebanyak 23,2 %, sedangkan  yang bukan factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berumur 20-35 tahun sebanyak 75,9 %.
Berdasarkan hasil penelitian (Melly Astuti,2008) didapat bahwa factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang paritas grandemultipara sebanyak 71,1%, sedangkan yang bukan factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang paritas multipara sebanyak 28,9%.
Berdasarkan hasil penelitian (Sudiyem,2007) didapat bahwa factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 62,5 %, sedangkan yang bukan factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang berpendidikan tinggi sebanyak 37,5%.
Berdasarkan hasil penelitian (Yayuk,2010) didapat bahwa factor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang status ekonominya ≥ UMR sebanyak  33,7%, sedangkan yang bukan faktor resiko terjadinya BBLR pada ibu yang status ekomominya < UMR sebanyak 66,3%.
Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian ibu bersalin. Besar sampel yang menjadi objek dalam penelitian dihitung dalam rumus (Notoatmodjo, 2005) yaitu sebagai berikut :
n =     N
     1+ N (d²)
Keterangan :    n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Nilai penyimpangan (untuk kesehatan 5 % - 10%) (Notoatmodjo, 2005)
Maka :
n          =
                        =
                                    =
                                    = 90,53
Jadi jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 91 sampel.
Sebagai pembanding kita ambil 91 sampel jadi total keseluruhan sampel adalah 182 bayi.


4.4    Tehnik dan Instrument Pengumpulan data
Tehnik dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara :
4.4.1      Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan berupa data sekunder yang didapat dari data rekam medik pasien di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
4.4.2      Prosedur pengumpulan data
Data didapat dari data pasien dan data rekam medik pasien di RSPAD Gatot Soebroto tahun 2010.
4.4.3      Pengolahan data
Setelah pengumpulan data dilakukan kemudian data diolah secara random sampling dengan langkah-langkah berikut :
a)        Editing dilakukan untuk memeriksa kembali data yang telah diperoleh sehingga dapat dihasilkan data yang  akurat untuk pengolahan data selanjutnya.
b)        Selanjutnya melakukan coding yaitu merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan.
c)        Selanjutnya entrying data yaitu memasukkan data-data yang telah dilakukan pengkodean ke dalam tabel rekapitulasi.
d)       Kemudian tabulating yaitu memasukkan data-data ke dalam tabel dan dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.
e)        Penyajian data-data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan membuat tabel-tabel silang antara variabel bebas dan variabel terikat.
4.5        Analisa Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitas, yaitu mengolah data yang berbentuk angka, baik sebagai hasil pengukuran maupun hasil konveksi (Notoatmodjo, 2005).
4.5.1     Analisia Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mempermudah interprestasi data ke dalam bentuk tabel dan uraian dalam bentuk teks untuk mendapatkan gambaran tentang distribusi frekuensi dari semua tabel baik independen maupun dependen.
Rumus  :
Keterangan :  F  = Presentasi yang dicari
                    X = frekuensi variabel yang di dapat
                   N = jumlah sampel
                  ( Notoatmodjo, 2005 )
4.5.2   Analisa bivariat
Analisa bivariant adalah analisa yang digunakan untuk mencari / mengetahui adanya hubungan antara dua variabel, yaitu variabel independent dan dependent. Variabel independent dalam penelitian ini adalah umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, sedangkan dependent yaitu terjadinya anemia pada ibu hamil.
 


Keterangan
E: nilai expected
O: nilai observasi
Df: (K-1) (b-1)
Rumus kai kuadrat untuk tabel  2x2

                                                                                                       

X2=  Chi square
N = jumlah sempel
A,b,c,d =  Sempel pada setiap kolom
Sedangkan untuk menguji kemaknaan hubungan, digunakan x hitung dengan tabel adalah sebagai berikut :
a.       Bila P value   <  OR  menunjukkan ada hubngan antara variabel dependent dengan independent.
b.      Bila P value  > OR  menunjukkan tidak adanya hubungan antara variabel dependent dengan independent.


BAB VI
PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian ini menguraikan tentang keterbatasan penelitian dan mengintegrasikan hasil penelitian dengan konsep terkait dan hasil penelitian terdahulu.
6.1     Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian berdasarkan variabel yang diteliti sebagai berikut:
6.1.1.      BBLR
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 182 ibu bersalin yang mengalami berat badan lahir rendah di RSPAD Gatot Soebroto yaitu sebanyak 91 orang, sedangkan yang tidak mengalami berat badan lahir rendah sebanyak 91 orang.
Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2449 gram) (Saifuddin, 2009).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010).


6.1.1        Hubungan antara umur ibu saat hamil dengan kejadian berat bayi lahir rendah
Dari pengolahan data menunjukkan bahwa proporsi umur terbanyak adalah ibu yang berumur <20 dan <35 tahun yang mengalami BBLR sebanyak 58 orang (63,7%).
Hasil uji statistik dengan chi- square diperoleh nilai fisher’s exact test, P- value  > 0,05 ( p-value 0,023) menunjukkan bahwa Ha diterima artinya ada hubungan bermakna antara umur dengan berat bayi lahir rendah.
Hal ini sesuai dengan teori Lesmiayani, 2002 yang mengatakan Angka kejadian BBLR tertinggi ialah pada usia < 20 tahun dan pada multigravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Sedangkan kejadian terendah terjadi pada usia 26-35 tahun, sedangkan pada wanita yang lebih tua mulai menunjukkan proses penuaannya, sehingga ibu yang berusia di atas 35 tahun memiliki resiko melahirkan BBLR lebih tinggi.
Menurut hasil penelitian Reny Nurutami, (2006) dimana pada penelitian Reny ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak 89,04%. Hal ini juga didukung oleh penelitian Nanik Andayani, (2006) yang ditemukan bahwa kehamilan pada usia 20-35 tahun memiliki resiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah sebanyak 80,88%.

6.1.2        Hubungan antara paritas dengan kejadian berat bayi lahir rendah
Dari pengolahan data menunjukkan bahwa paritas terbanyak adalah ibu yang paritas primipara yang mengalami BBLR sebanyak 63 orang (69,2%)
hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai Continuity correction P-value > 0,05 ( p-value 6,57) , menunjukkan bahwa Ha diterima.
Hasil penelitian ini sesuai menurut teori Manuaba, 2001 yang mengatakan resiko terjadinya BBLR tinggi pada paritas 1 kemudian menurun pada paritas 2 dan 3. selanjutnya kembali meningkat pada paritas 4. Mempunyai anak lebih dari 4 orang juga akan menambah resiko terhadap ibu dan bayinya, lebih-lebih jarak antara kehamilan kurang dari dua tahun, maka ibu akan lemah akibat dari seringnya hamil, melahirkan,menyusui dan merawat anak-anaknya. Sehingga sering mengakibatkan berbagai masalah. Resiko melahirkan bayi cacat dan BBLR juga meningkat setelah empat kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun.
Sedangkan menurut teori Wiknjosastro, 2007 yang mengatakan paritas 2-3 merupakan paritas paling aman. Paritas 1 dan paling tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka BBLR lebih tinggi.



6.1.3        Hubungan antara pendidikan dengan kejadian berat bayi lahir rendah
Dari pengolahan data menunjukkan berdasarkan pendidikan terbanyak adalah ibu yang berpendidikan tinggi yang mengalami BBLR sebanyak 60 orang (65,9%).
Hasil uji statistik dengan chi-square  diperoleh nilai continuity cerrection P-value < 0,05 ( p-value 0,018) menunjukkan bahwa Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan bermakna antara pendidikan dengan berat bayi lahir rendah pada ibu bersalin.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Hartono, dkk, 2006 yang mengatakan bahwa berdasarkan tingkat pendidikan ibu dapat dijelaskan bahwa terdapat kecenderungan terhadap BBLR yang jumlahnya lebih banyak pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah (SD) hingga tidak sekolah.
Hal ini sesuai dengan teori Rahayu, 2008 yang mengatakan pendidikan banyak menentukan sikap dan tindakan dalam menghadapi berbagai masalah misalnya membutuhkan vaksinasi untuk anaknya, memberi oralit waktu menceret misalnya kesedian menjadi peserta keluarga, termasuk pengaturan makanan bagi ibu hamil untuk mencegah timbulnya bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) bahwa ibu mempunyai peranan yang cukup penting dalam kesehatan dan pertumbuhan, akan dapat ditunjukan oleh kenyataan berikut, anak- anak dan ibu mempunyai latar belakang. Pendidikan lebih tinggi akan mendapat kesempatan hidup serta tumbuh kembang yang baik.
6.1.4        Hubungan antara status ekonomi dengan kejadian berat bayi lahir rendah
Dari pengolahan data menunjukkan berdasarkan status ekonomi terbanyak adalah ibu yang status ekonominya < UMR yang mengalami BBLR sebanyak 54 orang (59,3%).
Dari hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai Continuity correction P-value > 0,05 ( p-value 0,022) , menunjukkan bahwa Ha diterima artinya ada hubungan bermakna antara status ekonomi dengan berat bayi lahir rendah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Manuaba, 2010 yang mengatakan, status ekonomi biasanya erat hubungannya dengan pendapatan seseorang atau keluarga. Penghasilan yang terbatas membuat kelangsungan kehamilanya membuat berbagai masalah kebidanan. Ketergantungan sosial ekonomi pada keluarga menimbulkan stress dan nilai gizi yang relatif rendah dapat menimbulkan berbagai masalah kebidanan sehingga memudahkan terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).







BAB VII
PENUTUP

7.1    Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan telah sesuai dengan tujuan khusus, yaitu mengetahui distribusi frekuensi dan hubungan dari masing-masing variabel yang diteliti, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
7.1.1        Distribusi frekuensi karakteristik ibu bersalin dengan berat badan lahir rendah adalah sebanyak 91 orang dari 182 ibu bersalin.
7.1.2        Distribusi frekuensi berdasarkan umur ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang paling banyak pada umur <20 dan >35 tahun berjumlah 58 orang, sedangkan pada umur 20-35 tahun berjumlah 33 orang.
7.1.3        Distribusi frekuensi berdasarkan paritas ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang memiliki paritas primipara dengan BBLR berjumlah 63 orang, sedangkan paritas multipara atau grande dengan BBLR berjumlah 28 orang.
7.1.4        Distribusi frekuensi berdasarkan pendidikan ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang mempunyai pendidikan rendah berjumlah 31 orang sedangkan ibu yang memiliki pendidikan tinggi berjumlah 60 orang.
7.1.5        Distribusi frekuensi berdasarkan status ekonomi ibu bersalin dengan berat bayi lahir rendah yang ≥ UMR berjumlah 37 orang dan yang < UMR berjumlah 54 orang.
7.2    Saran
7.2.1        Bagi Tempat Penelitian RSPAD Gatot Soebroto
Diharapkan tenaga kesehatan lebih meningkatkan pemberian konseling atau pendidikan kesehatan untuk masyarakat khususnya mengenai BBLR sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik yang dapat menurunkan angka kelahiran BBLR.
7.2.2        Bagi Institusi Pendidikan
Agar  dapat digunakan sebagai sarana kepustakaan dan menambah informasi mahasiswa dalam melaksanakan asuhan kebidanan.
7.2.3        Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Dapat menjadi bahan tentang pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat lain dan dapat menambah wawasan dan pengalaman terutama tentang metodologi penelitian untuk mengaplikasikanya dalam penelitian selanjutnya.



3 komentar: